Oleh : Muhamad Erza Wansyah*
Belakangan ini berkembang konsep
budaya baru di tengah gejolak pergulatan ekonomi, politik, dan sosial di
kalangan umat manusia. Budaya baru yang tidak memiliki pijakan identitas tetap
karena selalu mengikuti kemana dan dimana minat konsumen pergi. Budaya populer,
yang dikenal juga dengan istilah Pop-Culture, budaya baru yang seolah-olah
telah melucuti satu-persatu nilai leluhur Rakyat Indonesia.
Budaya populer memiliki potensi
besar dalam memengaruhi pandangan hidup masyarakat. Melalui keramahannya dalam
menyapa minat pasar, masyarakat secara sadar maupun tidak sadar ditarik ke
dalam zona nyaman bentukan budaya tersebut. Tarik saja contoh pada belantika
musik tanah air. Beberapa waktu yang lalu, musik beraliran pop melayu memiliki
popularitas tinggi, saat itu juga banyak bermunculan musisi-musisi yang
menghidangkan lagu-lagu beraliran pop melayu. Sedangkan saat ini, akibat
masuknya boyband-boyband Korea ke dalam belantika musik tanah air, bermunculan
pula boyband-boyband asal Indonesia yang sedikit banyak meniru konsep
boyband-boyband Korea. Hebatnya, keberadaan boyband-boyband tiruan ini dapat
membuat reputasi musisi penyaji lagu pop melayu hampir membeku.
Kondisi seperti ini tidak terlepas
dari minimnya pemahaman masyarakat akan dampak negatif budaya populer, budaya
yang dibawa oleh bangsa barat, terhadap keberlangsungan budaya tradisi bangsa
Indonesia. Jika dalam kurun waktu yang singkat saja tawaran baru dapat
menggeser popularitas tawaran sebelumnya, pemberian para leluhur Indonesia yang
telah lama disuguhkan, sesuatu yang telah dianggap sebagai tradisi, hanya akan
menjadi dongeng yang ditulis dalam buku sejarah Indonesia. Tidak hanya itu,
kemampuan berfilsafat yang rendah juga merupakan dampak negatif yang akan
timbul saat penerapan budaya populer di masyarakat tidak juga diantisipasi.
Pola pikir masyarakat dalam memandang sesuatu, nantinya hanya akan sebatas
permukaan dan tidak lagi menjadikan kedalaman makna sebagai orientasi. Semisal
para penggemar boyband Korea yang hanya menjadikan ketampanan personel sebagai
alasan fanatismenya.
Indonesia adalah bangsa yang kaya.
Tidak hanya di sektor sumber daya alamnya, Indonesia juga merupakan bangsa yang
kaya akan budaya tradisi. Ketika sumber daya alam telah terkeruk oleh negara
asing, budaya tradisi adalah harta yang harus dipertahankan. Namun, hingga saat
ini kesadaran akan pentingnya budaya tradisi di masyarakat masih kurang. Masih
banyak manusia Indonesia, dari strata atas hingga bawah, yang memakai kacamata
populer untuk merujuk fenomena di negaranya. Padahal garis sejarah bangsa
Indonesia dengan negara-negara pembawa budaya tersebut berbeda jauh. Yang lebih
memprihatinkan, wabah populer juga menjangkit generasi muda, generasi yang
disebut-sebut sebagai penerus bangsa, tunas dan harapan bangsa.