Jumat, 14 Desember 2012

Mengkaji Perang Melalui Perspektif Psikologi

Oleh: Muhamad Erza Wansyah

Sejarah bercerita, telah banyak perang yang terjadi di dunia ini, mulai dari tingkat ras, suku, hingga negara. Selaras dengan banyaknya fenomena peperangan yang terkisahkan, banyak pula disiplin ilmu yang mengkaji peperangan dari berbagai sudut pandang dari tiap disiplin ilmu yang ada, ilmu psikologi merupakan salah satunya. Psikologi dapat masuk untuk mengkaji perang tidak lain disebabkan karena dalam peperangan, terdapat individu-individu yang merupakan subjek pembahasan ilmu psikologi.

Secara konvensional, perang diidentikkan dengan tindak kekerasan sebuah kelompok dengan kelompok lainnya. Hal ini tidak lepas dari hakikat dasar manusia yang memiliki orientasi tinggi dalam melakukan kekerasan. Sigmund Freud, tokoh psikologi ternama berpendapat, secara genetik manusia memiliki pembawaan lahiriah untuk cenderung melakukan kekerasan (Freud, 1932/1951). Bandura mengambil sudut pandang lain dalam memandang tindak kekerasan. Beliau menjelaskan, tindak kekerasan (agresi) pada manusia merupakan hasil dari belajar sosial (Bandura, 1986). Keadaan situasional dari lingkunganlah yang merupakan faktor utama manusia melakukan kekerasan.

Inilah yang menjadi dasar terjadinya peperangan. Dua tokoh di atas telah memberikan jawaban untuk pertanyaan tentang alasan peperangan yang sering diutarakan banyak orang. Sifat dasar manusia, yang cenderung berbuat kekerasan ialah kunci dari timbulnya peperangan. Namun, tidak secara mentah-mentah tindak kekerasan manusia menjadi faktor utama timbulnya peperangan. Seperti telah dibahas dalam kajian psikologi massa, gerakan massa merupakan gerakan yang diarahkan oleh seseorang atau beberapa sosok yang dianggap memiliki bergaining dalam sebuah kelompok. Sosok tersebutlah yang mendapatkan peran terpenting dalam gerakan sebuah kelompok. Oleh karenanya, seringkali tindakan kolektif dari sebuah kelompok merupakan tindakan manifestatif hasil interpretasi seseorang yang menjadi sosok dalam kelompok tersebut.

Pemaparan awal mengenai penyebab perang ditemukan dalam buku Thucydide yang berjudul History of the Peloponnesian War seputar konflik berdarah antar negara Yunani, Sparta dan Athena lebih dari 2400 tahun lalu. Thucydide seorang realist yang dianggap sebagai psikolog politik pertama, mengatakan, pemicu konflik berdarah antara Spartans dan Athenians adalah ketakutan dari kedua belah pihak. Ketakutan pemimpin Spartans yang menganggap Athenians semakin luas melakukan doktrinisasinya untuk melebarkan teritori. Serta, ketakutan pemimpin Athenians yang menganggap Spartans memiliki kekuatan militer kejam yang bertekad bersaing dengan mereka untuk mendapatkan kekuasaan tertinggi atas seluruh Yunani. Ketakutan dua pemimpin itu terlampiaskan pada pernyataan perang dari mereka. Sehingga, anggota-anggota lain yang belum tentu merasakan ketakutan yang dirasakan oleh pemimpinnya, terpaksa berpartisipasi dalam peperangan berdarah antara Spartan dan Athena.