Senin, 19 November 2012

Dimanja Teknologi, Melupakan Warisan Ibu Pertiwi

Oleh : Muhamad Erza Wansyah*

 “Ilmu pengetahuan semakin banyak melahirkan keajaiban. Dongengan leluhur sampai pada malu tersipu. Tak perlu lagi orang berapa bertahun untuk dapat bicara dengan seseorang diseberang lautan. Orang Jerman telah memasang kawat laut dari Inggris sampai India! Dan kawat semacam itu membiak berjuluran ke seluruh permukaan bumi..”

Sebuah kutipan dari novel Bumi Manusia, karangan Pramoedya Ananta Toer, menggambarkan peliknya perkembangan teknologi yang melilit dunia. Menamai dirinya modernisasi, dan melupakan sejarah yang membangunkannya. Teknologi, betapa indah harga yang didapat saat orang memilikinya. Betapa mudah memiliki waktu santai saat orang menggunakannya. Namun, betapa sakit hati leluhur saat anak-cucunya mengabaikan warisannya hanya demi sebongkah besi pintar.

Indonesia, adalah negeri yang kaya akan budaya. Bangsa yang hadir dengan beragam warna. Menghiasi dirinya dengan permata hati. Melangkah pasti dengan ramah tamah, meski memiliki banyak harta. Namun, itu dulu, saat bangsa ini belum tersentuh budaya barat, beberapa abad yang lalu, saat para pewaris kebudayaan masih bernafas. Saat ini, bangsa Indonesia sulit membuka mata untuk melihat buah dari masa lalu. Benih-benih sejarah hanya sekedar tertanam di dalam tubuh Ibu Pertiwi, enggan merawat, terabaikan sia-sia.

Air mata Ibu Pertiwi menetes tiap waktunya, membasahi goresan pena dalam buku sejarah yang berdebu tertata rapi di almari, sedangkan tumpukan buku bangsa eropa  berada di atas meja belajar anak-anaknya. Ibu pertiwi menangis, melihat garuda merintih terlukai oleh dosa anak-anaknya. Tidak ada lagi moral, tidak penting lagi nilai, yang penting punya gak susah. Manusia Indonesia, tidak lagi seputih benderanya, darahnya tak lagi semerah sang pusaka.

Di Indonesia

Indonesia dulu, bangsa yang dikenal dengan kebersamaannya. Saat lingkungan tempat tinggal dirasa kotor, warganya berkumpul, bekerja sama membersihkan daerahnya. Saat ada tetangga yang meninggal, dengan tulus warga berbondong-bondong menghibur yang kehilangan. Anak-anak bermain bersama dengan senyum polosnya. Namun, teknologi hadir, menjadikan semuanya terasa mudah. Tak perlu lelah berkeringat demi kebersihan lingkungan, masyarakat tinggal menunggu atau memanggil petugas kebersihan untuk membersihkan sampah-sampah di sekitar tempat tinggal mereka. Saat ada kerabat yang meninggal, hanya dengan mengirimkan pesan singkat via telepon genggam, masyarakat sudah merasa bersimpati. Lalu, anak-anak sekarang, tak perlu lagi main bersama-sama di sebuah lahan kosong. Game online telah mempertemukan mereka di dunia maya dan cukup terbilang dapat cukup menghibur.