Oleh : M. Fatkhurrahman (Nanang)*
Indonesia
merupakan negara yang bisa dikatakan kaya raya dalam hal SDA (sumber daya alam)
mulai dari rempah-rempah, hasil tambang, hasil laut dan sebagainnya. Negara
mana yang tidak mengenal indonesia dengan kekayaan yang melimpah ruah,
seharusnya dengan modal kekayaan yang dimilikinya, manusia yang ada dibumi
indonesia ini bisa merasakan kebahagiaan dengan tercukupi kebutuhannya. Melihat
kenyataan seperti itu, siapa saja akan menggeleng-gelengkan
kepala kalau indonesia menaikan BBM. Kenaikan BBM (bahan bakar minyak) di negara
indonesia akan menimbulkan banyak permasalahan, baik itu masalah primer, sekunder
bahkan ketertiban sosial. Keadaan ini terlihat dari setiap naiknya BBM, tidak
terkecuali pada sekarang ini di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakilnya Budiono. Saat ini saja, kita tahu bahwasannya kebijakan
tentang BBM bukan ditolak atau sepakat tetapi “ dipending ” bukan berati ini tidak naik, akan tetapi sangat amat
berpotensi untuk naik, sehingga segala konsekwensi apapun harus diterima, baik
itu aktor yang menolak keras BBM naik ataupun aktor yang berusaha keras agar
BBM naik.
Hari ini saja
harga-harga sudah naik, baik itu bahan pokok, padahal BBM belum naik. Dalam
analisis saya, ini sangat amat wajar kalau ada aktor yang menolak dan setuju,
karena asumsi yang diutarakan itu berlandaskan pada informasi dan apa yang
diyakininya, sehingga ini bukan ranah antara benar dan salah, tetapi antara
tepat dan tidak tepat. Pada dasarnya interpretasi dalam permasalahan kenaikan
BBM, itu ditujukan agar mendekati keinginannya, sangat amat wajar kalaupun
perbedaan pandangan ini bisa saya umpamakan antara langit dan bumi. Disini ada
dua aktor, yaitu pemerintah dan raktyat, dalam pembahasan yang pertama dari
sudut pandang rakyat setelah itu dari pandangan pemerintah.
Menganalisis
masalah ini, dengan menggunakan Game Theory yaitu Battel of Sexes, dimana
pertama akan ada kesepakan bersama, tetapi dalam eksekusi pelaksanaan terjadi
perbedaan pendapat, disinilah permainan game theory dimulai. Kesepakatan awal
yaitu pemerintah dan rakyat sepakat bahwasannya dalam menentukan kebijakan
harus memihak rakyat bukan pihak asing, apalagi kepada pihak yang mempunyai
kepentingan terhadap indonesia. Kesepakatan awal ini karena tugas pemerintah adalah
melakukan aktifitas untuk kepentingan rakyat bukan pihak asing, dan rakyat
sebagai objeknya. Mengenai masalah BBM pandangan rakyat seperti ini, pertama
dengan keadaan sekarang banyak rakyat tidak bisa membeli BBM, ini dikarenakan
daya beli masyarakat indonesia terhadap BBM masih rendah bila dibandingkan
dengan negara lain.
Meskipun harga
BBM lebih murah dibandingkan negara-negara lain, akan tetapi harga tersebut
relatif mahal bila dibandingkan dengan pendapatan kotor per kapita yang masih
jauh dibanding negara-negara lain. Apalagi total premium yang dikonsumsi oleh
rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor, sedangkan untuk mobil
hanya 36 persen ( World Bank). Mengingat sebagian besar pemilik sepeda motor
adalah masyarakat kelas menengah kebawah, maka berarti selama ini sebagian
terbesar subsidi premium ( 64 persen ) dikonsumsi oleh kelompok kelas menengah
dan bawah, bukan oleh kelompok kelas atas. Argumen tersebut didukung dengan
data susenas BPS menunjukan bahwa 65 persen bensin ternyata dikonsumsi oleh
masyarakat kelompok miskin dan menengah bawah ( pengeluaran per kapita < 4
dollar AS ). Termasuk didalamnya ( 2 dollar AS ). Sementara kelompok rumah
tangga menengah atas hanya mengonsumsi 8 persen dari seluruh bensin.
Kenaikan harga BBM akan memangkas daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Kenaikan harga BBM juga akan memangkas daya saing industri nasional akibat menurunnya produktifitas industri, akibatnya pengusaha akan melakukan efisiensi dengan melakukan PHK buruh. Mendorong untuk naiknya harga-harga ( sembako, transportasi, dll ). Beban berat bagi petani karena kenaikan biaya produksi pertanian ( benih, pupuk, harga sewa tanah, sewa traktor dan pompa air juga pengolahan hasil panen seperti usaha penggilingan padi dan ongkos angkut atau transportasi ). Beban berat bagi nelayan diakibatkan meningkatnya biaya produksi yang akan dikeluarkan nelayan, dimana total biaya pembelian BBM mencapai 50-60 persen dalam satu kali melaut. Jika hal tersebut terjadi, nilai biaya yang akan ditanggung oleh perekonomian nasional akan lebih besar ketimbang perolehan dari penghematan subsidi BBM.
*Penulis adalah mahasiswa FISIP UB Program Studi Ilmu Politik angkatan 2010
dan merupakan kader HMI K ISIP Brawijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar